Muhammad
Fadhlan Syaifudin
NIM: 151410507
Ushuluddin
5B
Institut PTIQ Jakarta
Tafsir Tahliliy
Surah An-Nisa: 1-6
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ
الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا (1) وَآتُوا
الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا (2)
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ
مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا
فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا (3)
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ
مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا (4) وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ
أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا
وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا (5) وَابْتَلُوا الْيَتَامَى
حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا
إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ
يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا
فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا (6)
(1) ~ Surat
An-Nisa` merupakan surat Madaniyyah, yaitu surat yang turun setelah Nabi
Muhammad saw hijrah ke Madinah.
~ Terdiri dari 176 ayat dan merupakan surat madaniyyah terpanjang
setelah Al-Baqarah.
~ Dinamakan An Nisaa' karena dalam surat ini banyak dibicarakan
hal-ihwal yang berhubungan dengan wanita. Disamping merupakan surat yang paling
banyak membicarakan hal tersebut dibanding dengan surat-surat yang lain.
~ Ada surat lain yang membicarakan tentang hal wanita yaitu surat
Ath Thalaq. Dalam hubungan ini, ulama biasa menyebut An Nisaa' dengan sebutan:
Surat An Nisaa' Al Kubraa (surat An Nisaa' yang besar), sedang surat Ath Thalaq
disebut dengan sebutan: Surat An Nisaa' Ash Shughraa (surat An Nisaa' yang
kecil).
Lafadz النَّاسُ disini dimaknai dengan semua
manusia, tanpa kecuali. Maka semua manusia yang masih hidup dan diberikan nafas
oleh Allah SWT, dia masuk dalam kategori النَّاسُ dalam ayat ini, dan masuk dalam golongan yang diseru Allah untuk bertakwa kepada-Nya.
Di dalam ayat yang pertama ini Allah memerintahkan kepada semua
orang, baik orang yang beriman maupun orang kafir, tidak pandang usia, status,
gender atau apapun, untuk bertakwa kepada Allah. Dia juga mengingatkan bahwa
Dia telah menciptakan seluruh umat manusia dari seorang diri saja yaitu Nabi
Adam as.
Arti dari An-Nisa` adalah para perempuan. Turunnya surat An-Nisa`
ini adalah sebagai bukti bahwa di mata Allah, perempuan adalah makhluk yang
bernilai. Islam adalah agama yang mengangkat tinggi derajat kaum perempuan. Di
dalam Islam, mereka adalah orang-orang yang harus dilindungi dan dihargai. Di
masa jahiliyyah, sebelum Islam datang, perempuan adalah barang yang tak ada
harganya. Bahkan sebagian orang menganggap bahwa perempuan adalah iblis dan sumber
segala kejahatan. Maka, tak heran bila sebelum Islam datang, banyak yang tak
menyukai anak-anak perempuan sampai-sampai bila ternyata bayi yang lahir dari
rahim istri-istri mereka adalah anak perempuan, mereka tega membunuhnya,
menguburnya hidup-hidup. Contoh lain bahwa di masa jahiliyyah perempuan
ditindas adalah mereka tak mendapatkah hak waris sama sekali. Sedang dalam
agama Yahudi dan Kristen wanita dikanggap sebagai sosok yang paling bertanggung
jawab atas keluarnya Adam dari surga. Setelah Islam datang, perempuan lantas
mendapatkan hak waris mereka.
Sejarah tidak pernah mengenal adanya agama atau sistem yang
menghargai keberadaan wanita baik sebagai ibu, anak, Istri atau dirinya
sendiri, yang lebih mulia daripada Islam. Islam tidak pernah mendiskriminasikan
wanita, karena kewanitaannya. Beberapa aturan yang ditetapkan oleh Islam kepada
wanita, bukan dimaksudkan untuk menghinakan wanita. Sebagaimana dituduhkan oleh
musuh-musuh Islam. Tetapi aturan tersebut dimaksudkan untuk melindungi dan
menjaga kehormatan wanita muslimah. Dan telah terbukti dalam sejarah bahwa
hanya Islam yang mampu menjaga kemuliaan wanita.
(2) Ayat ini ditujukan untuk para pengurus
anak-anak yatim. Baik itu individual ataupun di bawah satu kelompok atau yayasan. Ayat ini berisi:
1. Perintah dari Allah untuk memberikan harta anak-anak yatim sesuai dengan
hak mereka dan tidak menguranginya sama sekali.
2. Larangan dari Allah untuk mengambil harta anak yatim yang baik-baik dan
digunakan untuk kepentingan diri sendiri sedangkan anak-anak yatim malah diberi
yang buruk-buruk .
3. Larangan untuk mencampur harta kita dengan
harta anak yatim. Mengapa? Karena perbuatan tersebut akan menyebabkan berbagai kedholiman yang merugikan hak-hak anak yatim.
Setelah Allah
menjelaskan tentang penciptaan Adam dan Hawa serta keturunannya, pada ayat ini
Allah menegaskan salah satu kelompok manusia yang sering teraniaya dan dirampas
hak-haknya. Mereka itu adalah anak yatim (laki-laki atau perempuan). Maka Allah
memperingatkan tentang larangan berbagai tindakan yang bisa merugikan anak
yatim. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat perhatian terhadap nasib kelompok
lemah dimasyarakat.
~ الْيَتَامَى adalah bentuk jamak dari al-yatiim, yang
berarti anak yatim. Yatim secara bahasa diartikan dengan yang ditinggal oleh
bapaknya baik sebelum atau sesudah baligh. Tetapi menurut pengertian syara’,
yatim adalah anak yang belum baligh dan ditinggal mati oleh bapaknya. Yatim
berlaku untuk anak lelaki atau perempuan. Bila ditinggal mati oleh ibu, seorang
anak tidak dinamakan yatim. Karena fungsi bapak sebagai punggung kehidupan
dan pengayom keluarga masih tetap
berjalan. Selain itu kondisi seorang anak yang ditinggalkan oleh ayah secara
sosial ekonomi sangat berbeda dengan ditinggalkan oleh seorang ibu.
~ وَآتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ “dan
berikanlah kepada anak-anak yatim itu harta-harta mereka”. yang dimaksud dengan pemberian di
sini bukan untuk dipasrahkan kepada mereka, karena mereka masih kecil, belum
bisa menggunakan harta mereka sendiri dengan benar. Yang dimaksud dengan
pemberian di sini adalah menjaga dan merawat harta mereka supaya tidak habis
sehingga bisa diberikan kepada mereka bila sudah tiba waktunya nanti.
~ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ
“Janganlah kalian itu menukar
harta kalian yang buruk (berkualitas rendah) dengan harta anak yatim yang
baik”. Kalian
menikmati enaknya harta anak yatim sedangkan mereka kalian beri yang
buruk-buruk dari harta kalian. Ringkasnya, Allah melarang segala jenis dan
bentuk kezhaliman terhadap harta anak yatim.
Kita harus berhati-hati jangan sampai harta kita tercampur dengan
harta anak-anak yatim yang kita urus. Sebab, apabila harta mereka itu tercampur
dengan harta kita, maka ditakutkan kita nanti akan memakan harta mereka dan
mereka terzhalimi.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Empat
orang, wajib bagi Allah tidak memasukan mereka ke surga dan tidak diberi
karunia untuk merasakan nikmatnya di surga. Mereka adalah orang yang suka minum
khamar, pemakan harta riba, pemakan harta anak yatim dengan jalan yang di tepat
dan orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya”. ( HR. al- Hakim).
~
وَلَا تَأْكُلُوا "dan
janganlah kalian memakan". Memakan di sini bukan hanya memakan dalam
makna biasanya. Tapi juga mengambil segala manfaat dari harta anak yatim
tersebut dengan
tanpa hak yang dibenarkan oleh syariah.
~ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا perbuatan mencampur_adukkan harta sendiri dengan harta
anak yatim atau memakan harta mereka yang baik-baik dan memberi mereka yang
buruk-buruk, adalah termasuk dosa besar yang harus ditinggalkan. Kalimat ini
meski berbentuk ikhbar, tetapi juga merupakan ancaman bagi siapa saja yang
berbuat demikian.
Islam memang agama yang sempurna. Datang untuk menghapus
kebiasaan-kebiasaan jahiliyyah yang sering membawa kezhaliman. Dulu, sebelum
Islam datang, orang-orang jahiliyyah menguasai dan memakan harta anak-anak
yatim. Setelah Islam datang, perbuatan itu dilarang keras. Model
memakan harta anak yatim sekarang ini tergolong lebih jahat. Kalau dulu orang
memakan harta anak yatim bersifat individual dengan cara mencampurkan dengan
hartanya, kemudian ia mengambil yang baik (QS. Al-Nisa`:2), sekarang memakan
harta anak yatim dengan cara jamai`(bareng-bareng), deangan
membentuk badan yayasan yang mengatas namakan anak yatim, kemudian dana yang
dikumpulkan untuk memperkaya para pengurusnya saja. Kejahatan semacam jauh
lebih kejam dari pada apa yang dilakukan pada zaman jahiliah.
(3) Seorang
lelaki yang mengasuh anak yatim perempuan boleh saja menikahi anak yatim yang
dia asuh bila dia tertarik pada anak yatim tersebut. Namun, apabila dia merasa
nanti setelah menikah malah akan menzhaliminya dengan berbuat tidak adil
padanya, maka sebaiknya dia tidak menikah dengan anak yatim tersebut. Hendaklah
dia menikahi perempuan-perempuan lain yang dia kehendaki. Boleh saja menikahi 2 atau 3 atau 4 perempuan. Ini
adalah batas maksimal. Tidak boleh lebih dari empat. Adapun selebihnya tidak diperbolehkan. Berbuat zhalim
terhadap anak yatim misalnya dengan tidak memberikan mahar yang selayaknya atau
tidak menyerahkan harta yang seharusnya menjadi harta istrinya (bekas
yatim). Intinya menikahi anak yatim yang menjadi asuhannya menjadi dilarang, apabila dikhawatirkan akan terjadi kedhaliman terhadap
anak tersebut.
~
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا
“dan kalau kalian khawatir”. Di dalam kata khawatir
di sini ada makna ‘tahu’. Jadi bukan hanya khawatir saja. Dia juga tahu bahwa
bila dia berpoligami, dia tidak akan bisa adil. Dia tahu kalau dia menikahi
yatim, dia tidak bisa adil. Maka dari itu, dia menghindarinya. (tafsir
Thanthawi)
~
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ “maka
nikahilah perempuan-perempuan yang kalian sukai”. Kalimat ini memang berupa perintah. Tetapi tidak setiap
perintah itu bermakna wajib. Dalam ayat ini perintah untuk menikah lebih dari
satu wanita adalah mubah. Hal sama dengan perintah makan dan
minum yang terdapat dalam surah al-`Araf:31;
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا
زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
~ Huruf
waw dalam مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ berarti atau bukan dan.
Sehingga batas maksimal untuk poligami adalah 4. Tidak boleh lebih dari itu.
Lantas mengapa Rasulullah saw mempunyai 11 istri? Itu hanya khusus untuk
Rasulullah saw. ada sebagian sunnah beliau yang tidak boleh ditiru oleh umat
beliau. Salah satunya adalah ini.
Apabila
kalian tidak menjamin bisa berbuat adil kepada istri yang lebih dari satu, maka
hendaknya kalian menikah hanya dengan satu istri saja. Tetapi ini bukan berarti
mengingkari dan melarang poligami. Bagi yang bisa menjamin keadilan untuk istri
yang lebih dari satu, maka tidak ada larangan baginya. Setiap orang yang bertaqwa kepada Allah ia lebih tahu
terhadap kemampuan yang dimilikinya. Bukan hanya sekedar memenuhi keingainan berpoligami.
Berpoligami boleh-boleh saja. Asal hal kedepan juga harus
dipikirkan; bisa adil atau tidak dan bisa mencukupi lahir batin atau tidak.
Tidak boleh berpoligami hanya sekadar menuruti hawa nafsu saja. Ada banyak hal
yang harus dilakukan dan dipertanggungjawabkan bila melaksanakan poligami.
Jangan sampai karena poligami, dakwah malah surut hanya karena masalah keluarga
yang tak berujung. Atau karena poligami salah satu istri jadi terlantar. Ini
malah akan menimbulkan madharat yang lebih besar.
(4)
Dalam ayat sebelumnya, diterangkan keharaman kedzaliman terhadap anak yatim
yang dinikahi, dengan berbagai bentuk kedzaliman termasuk diantaranya adalah
dengan tidak memberikan mahar yang lanyak untuknya.Maka, pada ayat ini Allah
menegaskan perintah pemberian mahar untuk istri.
Perintah memberikan mahar tidak hanya tertuju bagi suami
yang menikahi perempuan, tetapi juga untuk orang tua. Hal
ini karena dalam tradisi Arab jahiliah, anak perempuan
itu seperti diperdagangkan. Kalau mau menikahkan, orang tua minta mahar yang
mahal agar bisa menguasai harta tersebut. Bahkan tradisi buruk semacam
itu masih berlangsung samapai sekarang dibeberapa kalangan masyarakat.
Karenanya Islam dengan
tegas menghapus tradisi
itu, dan mahar dijadikan hak mutlak istri
(wanita). Menurut Imam Al-Qurthubi, kewajiban
memeberikan mahar kepada istri, merupakan sesuatu yang telah disepakati para ulama.
~ Kata نِحْلَةً : walaupun artinya adalah pemberian
suka rela. Tapi disini dijadikan sesuatu kewajiban. Penggunaan kata
tersebut, dimaksudkan bahwa ketika suami memberikan mahar kepada istri itu
harus penuh keikhalasan. Didasari kecintaan dan kesenangan
hati untuk memberikan dengan tanpa ada rasa keterpaksaan sedikitpun dari pihak
manapun
Secara
umum, kita diperintahkan untuk memberikan yang terbaik kepada orang lain.
Sebagaimana dalam kalam Allah Surah Ali Imran ayat 92;
لَنْ
تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai”. Termasuk dalam hal ini adalah apa yang diberikan kepada
istri berupa mahar. Meskipun ada hadits ”Sebaik-baik wanita adalah yang paling
mudah maharnya” (HR. Ibnu Hibban). Hal Itu bukan berarti pihak laki-laki semena-mena dalam
memberikan mahar. Karena hadis ini lebih tertuju kepada pihak perempuan atau
walinya untuk tidak mempersulit dan meninggikan mahar yang diinginkan. Sehingga
mempersulit terjadinya pernikahan yang mengakitbatkan berbagai kerusakan
dimasyarakat. Seperti banyaknya perawan tua, berbagai pelecehan seksual dan
kerusakan akhlak pemuda. Maka kewajiban bagi pemerintah atau individu yang mampu
untuk memberikan solusi terhadap kendala sulitnya pernikahan.
Mahar adalah hak mutlak istri, suami tidak
boleh memintanya. Kalaupun meminjamnya haruslah dengan izin sang istri. Karena pernikahan itu bukan berarti menghilangkan
hak-hak Istri. Walaupun bagi suami istri berhak untuk membuat kelonggaran
diantara mereka. Yang penting tidak terjadi kedzoliman dalam kelarga.
Karenanya, mahar yang diberikan secara hutang (tidak kontan) tetap sudah
menjadi hak istri walaupun belum diterima, sehingga kapanpun istri memintanya,
suami wajib memberikannya. Menurut Imam Zamakhsyari ”ayat ini untuk memperketat agar suami tidak
semena-mena kepada istri, lalu meminta atau memaksa istri untuk memberikan
maharnya.”
Tersirat dalam ayat ini bahwa hukum
aslinya mahar itu harus berupa materi, karena bisa
diberikan dan dirasakan kemanfaatannya oleh istri. Walaupun para ulama
berdasarkan riwayat beberapa hadits membolehkan mahar dengan berupa bacaan atau
hafalan Al-Qur`an selama istri rela. Hal
ini menunjukkan bahwa Islam memudahkan kondisi
seseorang yang kesulitan untuk menikah.
(5)
Ayat ke lima ini menejelaskan bahwa kita dilarang menyerahkan harta, uang, atau
barang yang berharga yang diamanatkan kepada kita kepada orang yang tidak mampu
mengelolanya (menunaikan hak-hak harta tersebut), baik karena masih kecil
seperti anak yatim atau orang yang memang tidak tahu tentang pengelolaan harta
secara benar seperti orang gila atau sejenisnya. Dan menjadi kewajiban bagi
kita untuk memberi nafkah kepada mereka, memberi pakaian, dan mencukupi
kebutuhan mereka dari hasil pengelolaan harta tersebut, dan berbicara kepada
mereka dengan perkataan yang bagus. Kita tidak boleh menyakiti mereka
baik dengan kata-kata atau lebih dari itu, dengan perlakuan fisik.
~ السُّفَهَاءَ bentuk jamak
dari kata safih. Artinya orang yang bodoh. Banyak penafsirannya, di antaranya
anak kecil, anak yang belum berakal, orang gila, dsb. Orang
yang mubadzirkan hartanya juga bisa masuk dalam kategori safih.
~ Disebutkan أَمْوَالَكُمُ, padahal sebenarnya itu harta yang
dititipkan pada kita. Ini tujuannya supaya yang mendapatkan amanah untuk mampu
menjaga harta anak yatim itu seperti serasa miliknya sendiri sehingga tidak
menggunakannya semaunya atau melakukan berbagai penyelewengan.
~ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ
قِيَامًا harta
tersebut Allah jadikan untukmu sebagai penegak, pemegang amanah. Artinya, kamu
diberi hak atau tugas untuk mengelola, menjaganya dengan baik agar tidak
tersia-sia. Hal ini menunjukkan kepada
kita,
bahwa untuk menyerahkan harta itu
harus kepada orang yang benar-benar bisa amanah
dan mengelola terhadap harta tersebut dengan baik. Kalau mau investasi, harus
tahu bahwa orang tsb bisa mengelola harta dengan baik, sehingga harta kita akan terus berkembang. Artinya orang yang mendapatkan amanah untuk menjaga harta anak yatim itu dianggap
mampu mengelola dan mengembangkan
harta tersebut, supaya bisa memberi rizki kepada mereka.
~
Penggunaan kata فِيهَا “fiha”, bukan “minha”, padahal
secara maksud pengertian adalah penuhilah kebutuhan anak-anak yatim tadi dari harta
yang dititipkan kepadamu.
Menurut Imam Zamakhsyari, lafal ini (فِيهَا) menunjukkan bahwa wali
anak yatim diharapkan tidak memberi nafkah kepada mereka dari pokok harta
mereka, tetapi dari hasil pengembangan harta anak yatim. Karena
kalau diambil dari pokok harta, lama
kelamaan harta mereka akan habis sebelum mereka dewasa. Beginilah Islam itu mengajrkan tentang masa depan. Pemikiran ini juga yang dilakukan oleh Nabi Yusuf
as.
~
Pernyataan “ وَقُولُوا
لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا” (dan berkatalah kepada mereka dengan perkataan yang baik),
karena terkadang terjadi dari segi materi sudah dicukupi, tapi omongannya
menyakitkan. Disamping itu, hal ini
karena umumnya reaksi yang mudah diumbar dan sulit dikendalikan ketika orang
yang marah adalah ucapan yang keluar dari mulut. Karena itu, penyebutan
perkataan dalam ayat ini lebih dipertegas. Namun yang jelas, perintah berbuat
baik tidak hanya terbatas pada ucapan, tetapi segala bentuk ucapan dan tindakan
harus membuat nyaman bagi anak yatim.
Ayat ini tidak hanya ditujukan
kepada wali tetapi juga kepada siapapun yang mengasuh anak yatim, seperti
yayasan panti asuhan anak yatim.
Biasanya, wali atau pengurus anak yatim sering diuji
kesabaran dan keikhlasannya oleh Allah. Bisa saja melalui kenakalan mereka
–mungkin karena kejiwaan mereka yang tidak seimbang karena ditinggal ayahnya-
atau melalui perasaan capek mengurus harta mereka. Di ayat ini Allah
memerintahkan kepada wali untuk menahan diri dan bersabar dalam menghadapi
mereka dengan menjaga perkataan, tidak menyakiti atau menzhalimi mereka dalam
bentuk apapun. bahkan kita sangat dianjurkan untuk mendoakan mereka. Anak yatim
sangat dihargai dan dijaga haknya oleh Allah. maka kita sebagai hambaNya yang
taat kepadaNya, hendaknya kita jaga hak anak yatim pula.
Ayat ini merupakan pengajaran bagi kita untuk menjaga
harta. Kalau punya rizki banyak, dapat investasikan. Jangan hanya dibiarkan menumpuk.
Karena kalau hanya disimpan saja tidak akan membawa manfaat
pada orang lain. Makanya kalau menyimpan harta, harus dizakati agar membawa
manfaat kepada orang lain. Dengan demikian Islam tidak hanya mengurusi masalah ibadah
ritual seperti shalat saja –sebagaimana
disalah pahami oleh musuh Islam dan sebagian umat Islam-, melaikan juga masalah investasi harta dan lainnya
(6) Ayat ke enam ini
mengisyaratkan bahwa apabila seorang wali hendak menyerahkan harta anak-anak
yatim kepada mereka, dia harus menguji mereka terlebih dahulu, apakah anak
tersebut sudah bisa mengelola harta atau belum. Tidak boleh tergesa-gesa dan
langsung memberikan tanpa diketahui apakah anak tersebut mampu atau tidak
mengurusi hartanya. Ini dilakukan agar hartanya bisa terjaga dari madharat
apapun bentuknya.
Apabila anak yatim memang sudah bisa mengurus harta, maka
tidak apa menyerahkan harta kepada mereka. Selama wali mengurus anak yatim dan hartanya, tentu saja
wali berhak untuk mendapatkan imbalan, sebagai ganti dari keringat dan jerih
payahnya. Dia boleh mengambil harta anak yatim sesuai dengan standar gaji
pengasuh. Tidak boleh melebihi itu, apalagi mengkorupsinya. Namun, apabila
seorang wali anak yatim itu kaya, kehidupannya serba ada dan tidak kekurangan,
sebaiknya tidak mengambil harta anak yatim meskipun dia mempunyai hak untuk
itu.
~ بَلَغُوا
النِّكَاح mereka mencapai usia nikah. Berapakah usia seseorang layak menikah itu? Setiap anak
berbeda-beda. Itulah hikmahnya. Di dalam ayat ini, Allah tidak menentukan harus
umur berapa anak diberi harta karena kedewasaan seseorang atau kemampuan seseorang
dalam mengelola harta dengan baik itu belum tentu pada umur yang sama. Bisa
saja berbeda-beda, sesuai dengan `urf atau tradisi yang ada disuatu daerah.
Diantara ulama terjadi perbedaan
tentang masa penyerahan harta kepada anak yatim. Apakah yang menjadi standar
itu sampainya umur pernikahan ataukah kemampuan untuk mengelola keuangan secara
mandiri? Menurut penulis, kedua-duanya harus terpenuhi, baik umur pernikahan,
karena hal itu umumnya menunjukkan kedewasaan, maupun kemampuan mengelola
keuangan secara mandiri yang merupakan alasan utama dari perintah penyerahan
harta kepada anak yatim
~
Menurut Imam Syafii rahimahullah, ar-rusyd atau
kecerdasan dalam ayat ini, itu bukan hanya cerdas dalam transaksi tapi juga
cerdas dalam agamanya. Misalkan: shalatnya bagus, puasa Ramadhan tak pernah
lekang, dll. Mengapa demikian? Karena sebenarnya kalau orang itu jeli dan bagus
dalam ibadahnya maka biasanya perbuatan yang lain juga baik. Kecerdasan
spiritual seseorang sangat mempengaruhi kecerdasan intelektualnya.
Orang yang tidak cerdas dalam agamanya, pasti tidak bisa
menggunakan harta dengan baik. Entah itu hartanya sendiri atau harta orang
lain. Bisa saja karena kepandaiannya, dia malah bisa menggelapkan harta orang.
Ini akan merugikan dirinya sendiri. Kejadian ini tak akan terjadi bila dia
memiliki iman yang kuat dan ibadah yang
bagus. Karena
orang yang cenderung berani melanggar hududullah (batasan-batasan Allah), dia akan semakin mudah berani
kepada selain Allah.
~ وَلاَ
تَأْكُلُوهَآ إِسْرَافاً وَبِدَاراً أَن يَكْبَرُواْ Potonganan
ayat ini mempergaskan larangan melakukan kedzaliman dalam bentuk apapun
terhadap harta anak yatim, baik itu dengan mengkonsumsi harta anak yatim dengan
berlebihan dari standar hak yang boleh ia terima sebagai pengasuh. Atau membelanjakan
untuk keperluan anak yatim tetapi dengan berlebihan jauh dari kewajaran, atau
dengan tergesa-gesa mengambil (tanpa hak) harta anak yatim takut mereka
mencapai dewasa, sehingga harta tersebut tidak lagi dalam kekuasaannya.
~ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا
فَلْيَسْتَعْفِفْ “dan
barangsiapa yang berkecukupan, maka hendaknya dia menahan diri dari mengambil
harta anak yatim”. Seorang
wali yang memiliki cukup harta untuk menutup kebutuhan diri dan keluarganya,
hendaknya hanya mengharapkan pahala dari Allah saja. Dia tidak perlu mengambil
harta anak yatim sebagai imbalan atas kerja kerasnya dalam mengasuh anak yatim
tersebut, meski dia berhak untuk itu.
~ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا
فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ “dan barangsiapa yang miskin, maka
hendaknya dia makan harta anak yatim dengan cara yang baik”. Bagaimanakah
cara yang baik itu? Cara yang baik adalah dengan mengambil harta mereka sesuai
dengan keperluan anak yatim dan
standar umum gaji seorang pengasuh. Tidak boleh menzhalimi dengan cara
mengorupsi harta mereka atau dengan segala macam bentuk kriminalitas lainnya.
Apabila wali menyerahkan harta kepada anak yatim,
Allah memerintahkan untuk mendatangkan
saksi yang menyaksikan bahwa wali telah menyerahkan harta kepada anak yatim.
Tujuan dari hal ini adalah untuk anak yatim dan wali itu sendiri. Untuk wali
supaya dia tidak melakukan kezhaliman apapun dan untuk anak yatim supaya tidak
terjadi kericuhan bila suatu saat nanti dia merasa ada harta yang belum
dikembalikan. Perintah ini adalah wajib. Makna dari perintah di sini adalah
keharusan seorang wali untuk mempersaksikan bahwa amanah yang ada di pundaknya
kini telah pindah kepada pemiliknya di depan dua lelaki atau satu lelaki dan
dua perempuan. Sehingga ketika suatu saat nanti bila si yatim mengaku bahwa
wali belum menyerahkan hartanya, mereka bisa bersaksi. Sebab, bila tak ada
saksi, maka yang dipakai adalah perkataan yatim. Dan cukuplah Allah sebagai
sebaik-baik pengawas dan saksi. Dia tak bisa dibodohi atau dibohongi. Tak
ada syahid yang lebih afdhol dari Allah.
Dalam ayat ini terdapat isyarat,
pentingnya mendidik anak kita sedini mungkin agar bisa
mengelola keuangan dengan baik dan benar. Dimulai dari memberikannya sedikit
demi sedikit. Bila sekiranya dia melakukan kesalahan, kita harus mengarahkannya.
Ini dilakukan supaya bila dia dewasa nanti, dia tidak akan rugi atau merugikan
dirinya sendiri atau merugikan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar