Muhammad Fadhlan Syaifudin
NIM: 151410507
Ushuluddin 5B
Institut PTIQ Jakarta
Kitab Al-Jami` Li Ahkam Al-Qur`an
Karya Al-Qurthubi
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Quran menyebut
dirinya sebagai Hudan li al-nas, petunjuk bagi segenap umat manusia. Akan
tetapi, petunjuk al-Quran tersebut tidaklah dapat ditangkap maknanya bila tanpa
adanya penafsiran. Itulah sebabnya sejak al-Quran diwahyukan hingga dewasa ini
gerakan penafsiran yang dilakukan oleh para ulama tidak pernah ada
henti-hnetinya. Hal ini terbukti dengan banyaknya karya-karya para ulama yang
dipersembahkan guna menyingkap dan menguak rahasia-rahasia yang terkandung di
dalamnya dengan menggunakan metode dan sudut pandang berlainan.
Tafsir bisa
diartikan dengan al-iddah wa al-tabyin, menjelaskan dan menerangkan, atau lebih
lengkapnya adalah suatu ilmu yang dengannya kitab Allah dapat dipahami,
mengeluarkan makna-maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum serta
hikmah-hikmahnya. Dapat juga diartikan dengan ilmu yang membahas al-Quran
al-Karim dari segi dalalahnya sejalan dengan apa yang dikehendaki Allah, dalam
batas kemampuan manusia. Dengan demikan, tafsir secara sederhana dapat dipahami
sebagai usaha manusia dalam memahami al-Quran.
Salah satu dari
sekian banyak tafsir yang ada adalah tafsir al-Jami’ li
Ahkam al-Quran karya al-Qurtubi, yang dikenal dengan Tafsir al-Qurtubi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Singkat al-Qurtubi
Penulis
kitab tafsir Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran adalah أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ
بْنِ أبي بكر بن فرح الأنصاري الخزرجي شمس الدين القرطبي
(Abu Abdillah
Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh al-Anshoriy al-Khazrajiy Syamsuddin
al-Qurthubi[1])
atau yang dikenal dengan panggilan Al-Qurtubi . Al-Qurtubiy sendiri adalah nama suatu
daerah di Andalusia (sekarang Spanyol), yaitu Cordoba, yang di-nisbah-kan
kepada al-Imam Abu Abdillah Muhammad, tempat dimana ia dilahirkan. Tidak ada
data jelas yang menerangkan tanggal berapa ia dilahirkan, namun yang jelas
Al-Qurtubi hidup ketika waktu itu wilayah Spanyol berada di bawah pengaruh
kekuasaan dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Barat dan Bani Ahmar di
Granada (1232—1492 M) yaitu sekitar abad ke-7 Hijriyah atau 13 Masehi[2].
Aktifitasnya
dalam mencari ilmu ia jalani dengan serius di bawah bimbingan ulama yang
ternama pada saat itu, diantaranya adalah al-Syaikh Abu al-Abbas Ibn ‘Umar
al-Qurtubi dan Abu Ali al-Hasan Ibn Muhammad al-Bakri.
Setelah
ia tumbuh dewasa dan merasa kurang dalam mendalami ilmunya itu, kemudian dia
pergi ke mesir (yang pada waktu itu kekuasaan dipegang oleh Dinasti Ayyubiah)
dan Ia menetap disana sampai ajal menjemputnya pada malam senin 9 syawal 671
H/1273 M dan makamnya sendiri berada di elmania, di timur sungai nil. Berkat pengabdiannya terhadap ilmu agama dan keinginannya dalam
memajukan peradaban Islam, para penduduk disana sangat menghormati jasa beliau
sehingga makamnya-pun sering diziarahi oleh banyak orang.
Diantara
guru-guru Imam al-Qurtubi adalah:
a. Abu
Al-Abbas Ahmad bin Umar bin Ibrahim Al-Maliki Al-Qurthubi, wafat pada tahun 656
H. Penulis kitab Al-Mufhim fisyarh Shahih Muslim.
b. Al-Hafizh Abu Ali al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad Al-Bakari. wafat pada tahun 656 H.
c. Al-Hafizh Abu
al-Hasan ali ibnu Muhammad bin Ali bin Hafs
d. Ibnu Rawwaj, Imam
Al-Muhaddits Abu Muhammad Abdul Wahab bin Rawwaj. Nama aslinya Zhafir bin Ali
bin Futuh Al Azdi Al Iskandarani Al-Maliki, wafatnya tahun 648 H.
e. Ibnu Al-Jumaizi,
Al-Allamah Baha’uddin Abu Al-Hasan Ali bin Hibatullah bin Salamah Al Mashri
Asy-Syafi’I, wafat pada tahun 649 H. Ahli dalam bidang Hadits, Fiqih dan Ilmu
Qira’at.
Beberapa
karya penting yang dihasilkan oleh al-Qurtubi:
1. al-Jami’ li Ahkam al-Quran
2. al-Asna
fi Syarh Asma Allah al-husna
3. Kitab al-Tazkirah bi Umar al-Akhirah
4. Syarh al-Taqassi
5. Kitab al-Tizkar fi Afdal al-Azkar
6. Qamh al-Haris bi al-Zuhd wa al-Qana’ah
7. Arjuzah Jumi’a Fiha Asma al-Nabi
B. Latar Belakang penulisan kitab
Berangkat
dari pencarian ilmu dari para Ulama' (seperti Abu al-Abbas bin Umar al-Qurthubi
Abu al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad al-Bakhri), kemudian Imam al-Qurthubi
diasumsikan berhasrat besar untuk menyusun kitab Tafsir yang juga bernuansa
fiqh dengan menampilkan pendapat imam-imam madzhab fiqh dan juga menampilkan
hadis yang sesuai dengan masalah yang dibahas. Selain itu kitab tafsir yang
telah ada sedikit sekali yang bernuansa fiqh. Karena itulah Imam al-Qurthubi
menyusun kitabnya, dan ini akan mempermudah masyarakat, karena disamping
menemukan tafsir beliau juga akan mendapatkan banyak pandangan imam madzhab
fiqh, hadis-hadis Rasulullah saw maupun pandangan para Ulama mengenai masalah
itu.
C. Kitab al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an
1. Pengenalan Umum Kitab Tafsir Qurtubi
Kitab
tafsir ini sering disebut dengan tafsir al-Qurtubi, hal ini dapat dipahami
karena tafsir ini adalah karya seorang yang mempunyai nisbah nama al-Qurtubi
atau bisa juga karena dalam halaman sampul kitabnya sendiri tertulis judul,
tafsir al-Qurtubi al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an. Jadi, tidak sepenuhnya salah
apabila seseorang menyebut tafsir ini dengan sebutan tafsir al-Qurtubi bila
yang dimaksud adalah tafsir karya al-Qurtubi tersebut. Judul lengkap tafsir ini
adalah al-Jami’ li Ahkam al-Quran wa al Mubayyin lima Tadammanah min al-Sunnah
wa Ay al-Furqan yang berarti kitab ini berisi himpunan hukum-hukum al-Quran dan
penjelasan terhadap isi kandungannya dari al-Sunnah dan ayat-ayat al-Quran.
Dalam muqaddimahnya penamaan kitab ini didahului dengan kalimat Sammaitu….(aku
namakan).[3] Dengan
demikian dapat dipahami bahwa judul tafsir ini adalah asli dari pengarangnya
sendiri.
Tafsir
Al Qurthubi diterbitkan oleh penerbit "Dar al-Kutub al-Ilmiah",
Bairut, Lebanon tahun 1413-1993 H.. kitab ini terdiri dari 10 jilid dan seriap
jilid ada 2juz, jadi jumlahnya ada 20 juz tafsir ini lengkap 30 juz.
Persoalan
menarik yang terdapat dalam tafsir ini dan perlu untuk dicermati adalah
pernyataan yang dikemukakan oleh al-Qurtubi dalam muqaddimah tafsirannya yang
berbunyi:
وشرطي في هذا الكتاب : إضافة الأقوال إلى قائليها والأحاديث إلى مصنفيها فإنه يقال من بركة العلم أن يضاف القول إلى قائله
وشرطي في هذا الكتاب : إضافة الأقوال إلى قائليها والأحاديث إلى مصنفيها فإنه يقال من بركة العلم أن يضاف القول إلى قائله
(Syarat saya dalam kitab ini adalah
menyandarkan semua perkataan kepada orang-orang yang mengatakannya dan berbagai
hadits kepada pengarangnya, karena dikataan bahwa diantara berkah ilmu adalah
menyandarkan perkataan kepada orang yang mengatakannya).
2. Sistematika
Dalam
penulisan kitab tafsir dikenal adanya kitab tiga sistematika:
Pertama, sitematika Mushafi yaitu penyusunan kitab tafsir dengan berpedoman pada tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dengan dimulai dari al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai surat al-Nas. Kedua, sitematika Nuzul yaitu dalam menafsirkan al-Quran berdasarkan kronologis turunnya surat-surat al-Quran, contoh mufasir yang memakai sistematika ini adalah Muhammad ‘Izzah Darwazah dengn tafsirnya yang berjudul al-Tafsir al-Hadits. Ketiga, sistematika maudlu’I yaitu menfsirkan al-Quran berdasarkan topik-topik tertentu dengan topic tertentu kemudin ditafsirkan.
Pertama, sitematika Mushafi yaitu penyusunan kitab tafsir dengan berpedoman pada tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dengan dimulai dari al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai surat al-Nas. Kedua, sitematika Nuzul yaitu dalam menafsirkan al-Quran berdasarkan kronologis turunnya surat-surat al-Quran, contoh mufasir yang memakai sistematika ini adalah Muhammad ‘Izzah Darwazah dengn tafsirnya yang berjudul al-Tafsir al-Hadits. Ketiga, sistematika maudlu’I yaitu menfsirkan al-Quran berdasarkan topik-topik tertentu dengan topic tertentu kemudin ditafsirkan.
Al-Qurtubi dalam menulis
kitab tafsirnya memulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas,
dengan demikian ia memakai sistematika mushafi, yaitu dalam menafsirkan al-Quran
sesuai dengan urutan ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf.[4]
3. Metode
Metode
yang dipergunakan oleh para mufasir, menurut al-Farmawi, dapat diklasifikasikan
menjadi empat: Pertama, Metode Tahlili, dimana dengan menggunakan metode ini mufasir-mufasir
berusaha menjelaskan seluruh aspek yang dikandung oleh ayat-ayat al-Quran dan
mengungkapkan segenap pengertiann yang dituju. Keuntungan metode ini adalah
peminat tafsir dapat menemukan pengertian secara luas dari ayat-ayat al-Quran.
Kedua, Metode
Ijmali, yaitu ayat-ayat al-Quran dijelaskan dengan pengertian-pengertian garis
besarnya saja, contoh yang sangat terkenal adalah Tafsir Jalalain. Ketiga,
Metode Muqaran, yaitu menjelaskan ayat-ayat al-Quran berdasarkan apa yang
pernah ditulis oleh Mufasir sebelumnya dengan cara membandingkannya. Keempat,
Metode Maudlu’I yaitu di mana seorang mufasir mengumpulkan ayat-ayat di bawah
suatu topik tertentu kemudian ditafsirkan.
Metode
yang dipakai al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya adalah metode tahlili, karena ia
berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam al-Quran dan
mengungkapkan segenap pengertian yang dituju. Sebagai contoh dari pernyataan
ini adalah ketika ia menafsirkan surat al-Fatihah di mana ia membaginya menjadi
empat bab yaitu; bab Keutamaan dan nama surat al-Fatihah, bab turunnya dan
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, bab Ta’min, dan bab tentang Qiraat dan
I’rab. Masing-masing dari bab tersebut memuat beberapa masalah.[5]
4. Corak Penafsiran
Al-Farmawi
membagi corak tafsir menjadi tujuh corak tafsir, yaitu al-Ma’sur, al-Ra’yu,
sufi, Fiqhi, Falsafi, Ilmi dan Adabi ijtima’i. Para pengkaji tafsir memasukkan
tafsir karya al-Qurtubi kedalam tafsir yang bercorak Fiqhi, sehingga sering
disebut sebagai tafsir ahkam. Karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran lebih
banyak dikaitkan dengan persoalan-persoalan hukum.
Corak
tafsir Al-Qurtubi lebih menonjol ke pemikiran fiqihnya, untuk mengawali tafsinya
al-Qurtubi sengaja mencari kepada pemahaman lughowi. Dari makna lughowi kemudian
dia menuju makna teknis (syar’i.) Pola semacam ini jelas cara-cara yang lazim
di terapkan oleh para ahli fiqih guna menemukan istinbat hukum yang sah. Dan
dapat di terima oleh semua pihak, kalau tidak secara aklamasi (100%), paling
tidak keputusan hukum yang di hasilkannya diterima oleh mayoritas ummat, karena
argument yang di jadikan alasan cukup rasional dan di dukung oleh pemahaman
lughowi yang jelas dan valid.
Menonjolnya
corak fiqih dalam tafsir al-Qurtub itu bukanlah suatu yang aneh karena
tafsirnya memang dari awal berjudul al- Jami’ li Ahkam al-Qur’an (menghimpun
hukum fiqih dari ayat-ayat Al-Qur’an).Namun konsep-konsep fiqih yang di
tonjolkannya terkesan netral, tidak fanatik terhadap madzhab Maliki yang di
anutnya[6].
Lebih-lebih lagi kepada madzhab-madzhab lain. Tapi dia tampak selalu merujuk
kepada pemahaman dan pengamalan Nabi dan shohabat terhadap ayat-ayat al-Qur’an
yang berkaitan dengan kasus yang sedang diahadapi. Karena itulah, ketika dia
menafsirkan, dia juga mengaitkan pemahamannya dengan pemahaman yang lain yang
berbicara seputar kasus dan peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai latar
belakang turunnya ayat itu.
Berdasarkan
kondisi yang demikian, kita dapat berkata bahwa penafsiran al-Qurtubi cukup
objektiv dan di dukung oleh argument yang kuat serta fakta sejarah yang valid.
Tampaknya di sinilah terletak kekuatan hujjah (argument) tafsir al-Qurtubi ini
terutama dalam bidang fiqih.
5. Contoh Penafsiran Dalam Kitab Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran
1. Metode
Pendekatan Tafsir Bi Al-Ma`Tsur
قوله
تعالى : “والمحصنات”……. والتحصن: التمن : ومنه الحصن لأ نه يمتنع فيه, ومنه قوله
تعالى : “وعلمناه صنعة لبوس لكم لتحصنكم من بأسكم ” (الانبياء: ٧۰) اى لتمنكم ,
ومنه الحصان للفرس (بكسر الحاء) لانه يمنع صاحبه من الهلاك . والحصان (بفتح الحاء)
: المرأة العفيفة لمنعها نفسها من الهلاك. وحصنت المرأة تحصن فهى حصان.
وروي
عن ابن عباس فى قوله تعالى : “والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب “. هو على العهد
دون دار الحرب فيكون خاصا. وقال غيره : يجوز نكاح الذمية والحربية لعموم الاية.
وروى عن ابن عباس انه قال: “المحصنات ” العفيفات العاقلات. وقال الشعبى : هو أن
تحصن فرجها فلا نزنى, وتغتسل من الجنابة. وقرأ الشعبى “والمحصنات” بكسر الصاد, وبه
قرأ الكسائ. وقال مجاهد: “المحصنات” الحرائر , قال أبو عبيد : يذب الى أنه لا يحل
نكاح إماء أهل الكتاب, لقوله تعالى: ” فمن ما ملكت أيما نكم من فتياتكم المؤمنات”
(النساء : ۲۵) وهذا
القول الذى عليه جلة العلماء[7].
Al-tahashun adalah sesuatu yang terpelihara
dan terjaga dengan baik:(dari akar kata ini diambil kosa kata
al-hisn (benteng) karena dengan benteng itu orang dapat bertahan dan selamat.
Dalam konteks ini Allah berfirman: “Dan kami mengajarinya (Nabi Dawud) membuat
baju besi agar dapat menyelamatkan kau dalam pertempuran” (al-Anbiya’: 80)
artinya dengan berbaju itu kamu menjadi terpelihara dan terjaga (dari cidera
dalam pertempuran). Lafal al-hishan (dengan huruf ha’ berbaris dibawah الحيصان)
yang berarti kuda jantan juga berasal dari akar kata ini karena kuda memang
dapat mencegah pemiliknya dari kecelakaan. Tapi al-hashan (dengan huruf ha’
berbaris diatas الحصان) berarti al-afifat (perempuan
baik-baik) karena kepribadiannya yang baik itu dpat menjaga darinya kehancuran. Perempuan yang
pandai menjaga dirinya akan selalu terpelihara sehingga dia menjadi seorang yang terpelihara
baik
Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas berkenaan dengan firman Allah (seorang perempuan baik-baik dari ahlul kitab) yaitu mereka yang
mempunyai perjanjian damai dengan pemerintahan Islam bukan yang berada
diwilayah perang; jadi ayat itu berkonotasi khusus, (tidak umum bagi semua perempuan kafir).
Tapi ada yang berpendapat bahwa konotasi ayat itu umum pada senua perempuan
kafir, baik yang zimmiyah, maupun yang harbiyat.
Dari contoh penafsiran ayat diatas Bentuk
penafsiran al-Qurthubi bi al-Ma’tsur (periwayatan). Karena kebanyakan dalam
penafsirannya menampilkan hadis-hadis nabi dan bahkan sebelum al-Qurthubi
mengambil keputusan atau hasil dari ayat-ayat yang akan ditafsirkan beliau
mengemukakan pendapat para ulama.
2. Contoh Sosial
قَوْلُهُ تَعَالَى: (إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ) أَخْبَرَ اللَّهُ تَعَالَى فِي
هَذِهِ الْآيَةِ أَنَّهُ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يَقَعَ مِنْهُمْ
تَغْيِيرٌ، إِمَّا مِنْهُمْ أَوْ مِنَ النَّاظِرِ لَهُمْ، أَوْ مِمَّنْ هُوَ
مِنْهُمْ بِسَبَبٍ، كَمَا غَيَّرَ اللَّهُ بِالْمُنْهَزِمِينَ يَوْمَ أُحُدٍ
بِسَبَبِ تَغْيِيرِ الرُّمَاةِ بِأَنْفُسِهِمْ، إِلَى غَيْرِ هَذَا مِنْ أَمْثِلَةِ
الشَّرِيعَةِ، فَلَيْسَ مَعْنَى الْآيَةِ أَنَّهُ لَيْسَ يَنْزِلُ بِأَحَدٍ
عُقُوبَةٌ إِلَّا بِأَنْ يَتَقَدَّمَ مِنْهُ ذَنْبٌ، بَلْ قَدْ تَنْزِلُ
الْمَصَائِبُ بِذُنُوبِ الْغَيْرِ، كَمَا قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ- وَقَدْ سُئِلَ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ- نَعَمْ إِذَا
كَثُرَ الْخَبَثُ"
3. Contoh Masalah Qira`at
- قَوْلُهُ تَعَالَى:
(وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ) قَالَ ابْنُ الْعَرَبِيِّ: سَمِعْتُ
الشَّاشِيَّ فِي مَجْلِسِ النَّظَرِ يَقُولُ: إِذَا قِيلَ لَا تَقْرَبْ (بِفَتْحِ
الرَّاءِ) كَانَ معناه: لا تلبس بِالْفِعْلِ، وَإِنْ كَانَ بِضَمِّ الرَّاءِ كَانَ
مَعْنَاهُ: لَا تَدْنُ مِنْهُ. وَقَرَأَ نَافِعٌ وَأَبُو عَمْرٍو وَابْنُ كَثِيرٍ
وَابْنُ عَامِرٍ وَعَاصِمٌ فِي رِوَايَةِ حَفْصٍ عَنْهُ" يَطْهُرْنَ"
بِسُكُونِ الطَّاءِ وَضَمِّ الْهَاءِ. وَقَرَأَ حَمْزَةُ وَالْكِسَائِيُّ
وَعَاصِمٌ فِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ وَالْمُفَضَّلِ" يَطَّهَّرْنَ"
بِتَشْدِيدِ الطَّاءِ وَالْهَاءِ وَفَتْحِهِمَا.
4. Contoh Masalah Ilmu
Kalam
قَوْلُهُ
تَعَالَى: (وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّماواتِ وَالْأَرْضَ) ذَكَرَ ابْنُ عَسَاكِرَ.
فِي تَارِيخِهِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:" الْكُرْسِيُّ لُؤْلُؤَةٌ وَالْقَلَمُ
لُؤْلُؤَةٌ وَطُولُ الْقَلَمِ سَبْعُمِائَةِ سَنَةٍ وَطُولُ الْكُرْسِيِّ حَيْثُ
لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا اللَّهُ «3» ". وَرَوَى حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ
عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ- وَهُوَ عَاصِمُ بْنُ أَبِي النَّجُودِ- عَنْ زِرِّ بْنِ
حُبَيْشٍ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: بَيْنَ كُلِّ سَمَاءَيْنِ مَسِيرَةُ
خَمْسِمِائَةِ عَامٍ وَبَيْنَ السَّمَاءِ السَّابِعَةِ وَبَيْنَ الْكُرْسِيِّ
خَمْسُمِائَةِ عَامٍ، وَبَيْنَ الْكُرْسِيِّ وَبَيْنَ الْعَرْشِ مَسِيرَةُ
خَمْسِمِائَةِ عَامٍ، وَالْعَرْشُ فَوْقَ الْمَاءِ وَاللَّهُ فَوْقَ الْعَرْشِ
يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ فِيهِ وَعَلَيْهِ. يُقَالُ: كُرْسِيٌّ وَكِرْسِيٌّ
وَالْجَمْعُ الْكَرَاسِيُّ. وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كُرْسِيُّهُ عِلْمُهُ.
وَرَجَّحَهُ الطَّبَرِيُّ، قَالَ: وَمِنْهُ الْكُرَّاسَةُ الَّتِي تَضُمُّ
الْعِلْمَ، وَمِنْهُ قِيلَ لِلْعُلَمَاءِ: الْكَرَاسِيُّ، لِأَنَّهُمُ
الْمُعْتَمَدُ عَلَيْهِمْ
5. Contoh Masalah Fiqih
قوله
تعالى: (فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ)] ذَكَرَ تَعَالَى أَرْبَعَةَ أَعْضَاءٍ:
الْوَجْهُ وَفَرْضُهُ الْغَسْلُ وَالْيَدَيْنِ كَذَلِكَ وَالرَّأْسُ وَفَرْضُهُ
الْمَسْحُ اتِّفَاقًا وَاخْتُلِفَ فِي الرِّجْلَيْنِ عَلَى مَا يَأْتِي، لَمْ
يُذْكَرْ سِوَاهَا فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّ مَا عَدَاهَا آدَابٌ وَسُنَنٌ.
وَاللَّهُ] أَعْلَمُ [«1» وَلَا بُدَّ فِي غَسْلِ الْوَجْهِ مِنْ نَقْلِ الْمَاءِ
إِلَيْهِ، وَإِمْرَارِ الْيَدِ عَلَيْهِ، وَهَذِهِ حَقِيقَةُ الْغَسْلِ عِنْدَنَا،
BAB III
Kesimpulan dan Penutup
Kesimpulan dan Penutup
Dari
persoalan-pesoalan yang telah diuraikan dalam beberapa bab di atas dapat
dicatat bahwa, pertama Al-Qurtubi pengarang kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam
al-Qur’an adalah seorang mufasir yang bermazhab Maliki yang hidup di Andalus.
Kedua, tafsir yang ditulisnya tersebut menggunakan sistematika Mushafi, metode
Tahlili, berbentuk tafsir bil ma`tsur dan bercorak fiqhi mazhab Maliki dengan
tidak terlalu terkait dengan mazhabnya. Dan perbedaan yang mencolok antara
kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an dengan kitab tafsir ahkam al-Qur'an
sebelumnya adalah kitab tafsir ini lebih istimewa karena tidak terbatas
menafsirkan ayat-ayat hukum dan persoalan fiqhi saja, tetapi lebih dari itu
tafsir ini mencakup semua aspek tafsir dan ayat-ayat yang tidak berkenaan
dengan hukum juga ditafsirkan oleh Qurthubi. Dan juga al-Qurthubi di dalam
penafsirannya tidak ta'assub dengan mazhab Maliki.
Demikianlah
pembahasan mengenai Tafsir al-Qurtubi ini kami susun, kami menyadari banyaknya
kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik maupun saran yang
membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan pembahasan ini. Atas segenap
perhatiannya, kami mengucapkan terima kasih.
Daftar Pustaka
Adz-Dzahabi. Muhammad Husein. 1961. At-Tafsir wa
Al-Mufassirun. Juz I. Kairo: Dar al-Kutub.
Al-Farmawi, Abd al-Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i;
Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 1996.
Al-Qatthan. Manna Khalil. 1994. Studi
Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Citra Antar Nusa.
Al-Qurthubi. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad al-Anshari. 1995. al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikri.
Al-Qurthubi. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad al-Anshari. 1995. al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikri.
Baidan, Nashrudin. 2005. Wawasan Baru
Ilmu Tafsir. Yogyakarta: pustaka Pelajar.
Maktabah
Syamilah al-Jami’ Li Ahkam
al-Qur’an
Qathan, Mana’ul. 1995. Pembahasan ilmu
Al-Qur’an 2. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar