Makalah Tafsir Maudhui Ibadah Kurban
Dosen Pengampu: Anshor Bahari, MA
Disusun Oleh: Muhammad Fadhlan Syaifudin
NIM: 151410507
Fakultas Ushuluddin
Institut PTIQ Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah Islam
telah tercatat dalam Al-Qur`an
dan As-Sunnah baik dari sisi tauhid,
sosial-kemasyarakatan, hukum, kisah-kisah, bentuk peribadatan, dan sebagainya. Salah satu contohnya
adalah bentuk sejarah
ibadah kurban yang telah ada sejak zaman Nabi Adam. Ibadah kurban merupakan salah satu potret
sejarah panjang sehingga sampai kepada
umat Nabi Muhammad, sebagai Nabi terakhir. Ritual kurban bukanlah sekedar
ritual tanpa makna atau tradisi tanpa arti. Disyari’atkannya ibadah kurban
merupakan penciptaan salah satu hukum Islam yang menjadi tolak ukur ketaqwaan
manusia dalam kehidupan terhadap Sang Khaliq. Kurban dalam Islam juga
dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang dilakukan sesuai dengan
perintah agama. Menyembelih hewan kurban mengandung nilai kesabaran dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah, menggugah niat berlaku ikhlas, serta
mencerminkan keteguhan iman dan ketakwaan murni. Dalam makalah ini Penulis akan
membahas tentang ibadah kurban dalam Al-Qur`an dalam Surah Al-Hajj ayat 34 dan
Surah Al-Kautsar ayat 1-3.
BAB II
PEMBAHASAN
Tafsir Ayat Al-Qur`an Mengenai Ibadah Kurban
A. Tinjauan Umum Ibadah Kurban dalam Islam
Kata
kurban, secara etimologi, berasal dari bahasa Arab qurbân, dari akar kata qaruba
(fi’l maḍi) -yaqrubu (fi’l muḍari’) qurbânan (maṣdar) yang berarti “dekat”.
Sedangkan secara terminologi, kurban berarti mendekatkan diri kepada Allah,
yaitu mendekatkan dengan jalan apa yang dikurbankan, di mana pendekatan
tersebut digunakan untuk beribadah kepada Allah. Adapun simbol kurban adalah
dengan menyembelih hewan sembelihan. Menurut Cyril Glasse[1], kurban
merupakan segala jenis tindakan atau amalan yang membawa seseorang lebih dekat
kepada Allah swt secara khusus, istilah ini berarti menyembelih binatang kurban
pada hari ‘Id al-Aḍḥâ (hari raya penyembelihan kurban) yang bahasa Turki
menyebutnya sebagai Bayram Qurban.
Dalam
Ensiklopedia Islam Indonesia[2],
Kurban diartikan dengan menyembelih binatang tertentu pada hari Raya Haji dan
hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah), sesuai dengan ketentuan ketentuan
syari’at dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan dalam
al-Qur’an dan Hadis, kata yang diberikan untuk ibadah penyembelihan hewan ini
sebenarnya adalah al-uḍḥiyyah atau al-naḥr[3].
Secara bahasa, uḍḥiyyah berarti kambing yang disembelih pada waktu mulai
akan siang dan waktu selain itu. Ada pula yang memaknakan secara bahasa dengan
kambing yang disembelih pada waktu Idul Adha. Sedangkan al-naḥr
adalah bermakna menyembelih hewan kurban pada hari Naḥr (hari raya Idul Adha). Para
Imam Madzhab sepakat bahwa uḍḥiyyah (penyembelihan hewan kurban)
disyari’atkan dalam Islam. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya.
Menurut pendapat Imam Maliki, Syafi’i, Hambali, dan para pengikut Hanafi : Kurban
hukumnya adalah sunnah mu’akkadah. Sedangkan Imam Hanafi
berpendapat bahwa hukum berkurban adalah wajib atas penduduk kota-kota besar,
yaitu orangorang yang sudah mempunyai harta satu nisab
B.
Surah Al-Hajj Ayat 34
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
Artinya:
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya
mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan
Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu
berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang
yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al-Hajj:34)
Kosa Kata Inti
مَنْسَكًا Kata tersebut merupakan bentuk isim maf‟ul yang berasal dari kata
nasaka-yansuku-nuskan-nusuukan-mansakan yang berarti beribadah[4].
Sedangkan didalam kamus al-kautsar منْسَكًا diartikan
sebagai tempat penyembelihan kurban[5].
Dijelaskan juga
dalam kamus Lisânul Arab sebagai berikut: Menurut Abu Ishaq, lafadz “Nusuk”
pada ayat ini(al-Hajj ayat
34) menunjukan atas makna menyembelih, gambarannya seperti kami jadikan bagi
setiap umat itu agar mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih hewan
karena Allah[6].
بَهِيمَةِ yaitu binatang ternak.
Kata tersebut merupakan bentuk mufrad, dari kata bahaaim yang menyatakan bahwa hewan ternak tersebut lebih dari dua. Ada
juga yang mengartikan bahaaim sebagai binatang yang berkaki empat. Dijelaskan dalam kamus Lisânul „Arab sebagai
berikut: Setiap hewan ternak yang berkaki empat, yang berada di pegunungan, di tanah
yang tandus, dan di air, maka bentuk jamak kata tersebut ialah bahaaim
الْأَنْعَام
merupakan bentuk jamak dari النعم . yang mempunyai arti hewan ternak.
أَسْلِمُوا merupakan fiil
amr dari kata أسلم yang berarti memeluk Islam atau
berserah diri.
الْمُخْبِتِينَ merupakan bentuk isim fail, yang
berasal dari kata أخبت yang berarti khusyu`, tawadhu` atau merendahkan diri.
Munasabah
Ayat
Didalam surat al-Hajj ayat 34 ini terdapat
perintah melaksanakan ibadah kurban. Tetapi jika dilihat dari ayat-ayat
sebelumnya dan selanjutnya, yaitu dari ayat 32 sampai dengan ayat 37 semua itu berhubungan,
membahas tentang ibadah kurban. Pada ayat 32 dijelaskan bahwa orang yang
melaksanakan ibadah kurban berarti dia telah melaksanakan syi‟ar-syi‟ar Allah,
hal itu disebabkan timbul dari ketakwaan di dalam hati dan diri mereka sehingga
mereka melaksanakannya[7].
Lalu pada ayat 33 kita harus memilih binatang persembahan (hewan kurban) yang
baik dan gemuk lalu pergunakanlah dan ambil manfaatnya sampai waktunya
ditentukan, dan dijelaskan tempat penyembelihan disekitar tanah haram Mekah[8]. Kemudian
pada ayat selanjutnya yaitu 35 dijelaskan orang yang tunduk dan taat kepada
Allah, ialah orang-orang yang :
1) Apabila disebut nama Allah dihadapan mereka
gemetarlah hatinya
2) Mereka sabar dan tabah menghadapi segala
macam cobaan Allah.
3) Mereka selalu mendirikan sholat tepat
waktu.
4) Mereka menginfakkan sebagian rezeki yang
telah dianugerahkanAllah kepada mereka.
Pada
ayat 36-37 Allah telah menjadikan unta yang telah diciptakan untuk mereka
sebagai salah satu syiarnya dimana manusia memperoleh kebaikan dan saat kamu
menyembelih kurban sebutlah nama Allah serta ada yang disembelih dalam keadaan
berdiri dan berbaring. Kemudian jika sudah selesai dikuliti maka ambilah
sebagian untuk orang yang berkurban dan sisanya bagikan kepada fakir miskin dan
yang lainnya.
Asbabun
Nuzul
Surat
al-Hajj berisi tentang bagaimana dijelaskannya ibadah haji, kurban, beserta
tata caranya. Tetapi selain itu surat al-Hajj mempunnyai kandungan yang lainnya
seperti bertaqwa, menerangkan tentang hari akhir, berperang dan yang lainnya.
Surat ini mempunyai keunikan tersendiri yaitu sebagian ayatnya turun di Mekkah
sebagian lagi di Madinnah. Jika kita membahas turuNnya ayat al-Qur`ân tentulah
kita tidak bisa terlepas dari asbabun nuzul (sebab-sebab turunya ayat) tetapi
pada ayat 34 ini tidak diketemukan asbabun nuzul dari ayat tersebut.
Menurut Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy
ayat-ayat alQur`ân dibagi menjadi dua yaitu “ayat-ayat yang ada sebab nuzulnya
dan ayat-ayat yang tidak ada sebab nuzulnya”.[9] Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
ayat-ayat al-Qur`ân yang diturunkan tanpa di dahului oleh sebab dan ada ayat
yang diturunkan di dahului oleh suatu sebab. Sebagaimana dalam surat al-Hajj
ayat 34 yang pemakalah kaji, di turunkan tanpa di dahului oleh sebab dengan
kata lain surat al-Hajj ayat 34 tidak mempunyai asbabun nuzûl.
Tafsir
dan Penjelasan
Surat
al-Hajj ayat 34 ini membahas tentang pensyariatan kurban. Setelah ayat yang sebelumnya
menjelaskan tentang syari‟at Allah menyangkut penyembelihan binatang dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah, ayat ini menegaskan bahwa hal tersebut
bukan hanya khusus bagi umat Islam. Ayat ini menyatakan bahwa tuntunan di atas
merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah dan memang bagi tiap-tiap umat
sebelum kamu telah kami syariatkan mansak, yakni syariat kurban dan tempat
penyembelihannya. Tujuan syariat tersebut adalah untuk mendekatkan diri kepada
Allah[10].
M.
Quraish Shihab menjelaskan dalam buku Tafsir Al-Misbah bahwa “Kata mansakan
terambil dari kata nasaka yakni menyembelih”. Jika dibaca mansakan
adalah mashdar dan apabila dibaca minsakan adalah isim makan atau nama
tempat, maksudnya tempat penyembelihan[11].
Dalam buku Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa “Pola kata yang digunakan dalam ayat
ini menunjuk pada tempat sehingga ia bernama tempat penyembelihan. Sementara ulama memperluas maknanya sehingga memahaminya dalam arti
ibadah dan ketaatan secara umum”. Pensyariatan ibadah kurban disini ialah
dimana seseorang menyembelih hewan kurban pada waktu-waktu tertentu semata-mata
untuk beribadah kepada Allah. Potongan ayat tersebut menjelaskan bahwa telah
disyariatkan kepada umat-umat terdahulu untuk melaksanakan ibadah kurban yang
dipersembahkan hanya kepada Allah SWT. Seperti kisah nabi Ibrahim dengan
putranya nabi Ismail yang melaksanakan perintah Allah untuk berkurban. Bahkan
nabi Ibrahim rela mengorbankan anaknya sendiri sebagai ujian dalam
ketakwaannya. Ketika nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut kemudian Allah
mengganti nabi Ismail dengan kibas yang besar pada saat menyembelihnya. Kisah
itulah yang menjadi salah satu latar belakang perintah berkurban.
Melaksanakan
ibadah kurban, merupakan salah satu tanda rasa syukur manusia kepada Allah atas
nikmat yang telah diberikan kepadanya. Dalam ayat ini Allah menyuruh
kepada manusia agar bersyukur dengan cara berkurban, yaitu dengan menyembelih
hewan ternak dan menyebut Asma Allah pada saat penyembelihannya sebagai
tanda bahwa hewan tersebut dipersembahkan hanya kepada-Nya. Jika kita memahami maksud dan tujuan
mengapa harus menyebut nama Allah pada saat menyembelih hewan kurban, karena
ditakutkan hewan kurban tersebut bukan ditunjukan untuk Allah SWT, tetapi untuk
yang lainya. Maka tentulah hal te rsebut sangat penting didalam melaksanakan ibadah kurban.
Ayat diatas menjelaskan bahwa penyembelihan
kurban telah dikenal oleh umat-umat yang lalu. Ini dapat dibuktikan melalui Al-Qur`ân
dan sejarah. Hanya saja, sebagian dari umat-umat itu menyelewengkan ajaran
kurban sehinggga bertentangan dengan tuntunan Allah swt., baik pada cara,
tujuan, maupun jenis binatang yang disembelih sebagai kurban.
Pokok-pokok Isi
Kandungan Surat Al-Hajj Ayat 34:
1) Allah telah mensyariatkan kurban kepada umat Nabi Muhammad
sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi-nabi terdahulu beserta umatnya.
2) Ayat ini menegaskan bahwa
tiada Tuhan selain Allah yang berhak disembah dan menerima persembahan kurban
tersebut, maka ketika menyembelih kurban, diwajibkan menyebut nama Allah dalam
pelaksanaannya.
3) Orang yang melaksanakan Ibadah kurban, merupakan salah satu
tanda bahwa ia bertaqwa dan bersyukur kepada Allah SWT.
C. Surah
Al-Kautsar Ayat 1-3
إِنَّا
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1)
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
Artinya: 1) Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2) Maka dirikanlah shalat
karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
3) Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang
terputus.
Kosa Kata Inti
أَعطَيْنَكَ: memberikan kepadamu. Kalimat
ini terdiri dari kata kerja yaitu اعطَى yang disandingkan dengan fail berdhomir نحن yang kemudian dilengkapi dengan maf`ul bih
berdhomir أنت .
انْحَرْ: menyembelih. merupakan fiil amr
atau kata perintah yang berasal dari kata نَحَرَ.
Munasabah
Ayat
Pada surat sebelumnya yaitu surat al-Mâ`ûn,
Allah telah memberikan penjelasan tentang ciri-ciri orang yang tidak percaya
kepada kebenaran Dinul-Islam. Ciri-ciri
tersebut adalah:
1) bersifat bakhil, 2) berpaling dari shalat yang sebenarnya 3)
berlaku riya 4) tidak pernah memberi pertolongan. Kemudian dalam surat al-Kautśar
ini, Allah menjelaskan tentang berbagai anugerah yang dikaruniakan kepada
Rasulullah SAW., yakni berbagai kebaikan dan barakah. Karenanya, Allah
menjelaskan telah memberikan al-Kautśar yang banyak mengandung nilai kebaikan[12]. Sementara itu hubungan dengan surat
yang selanjutnya, dalam surat al-Kauśar
Allah memerintahkan agar memperhambakan diri kepada-Nya, sedangkan dalam surat
al-Kâfirûn perintah tersebut dipertegas lagi.
Asbabun Nuzul
Ketika Ka`ab bin
Asyraf, seorang pembesar kaum yahudi, datang ke kota Mekkah, kaum kafir Quraisy
menyambutnya dengan penuh hormat. Orang-orang kafir Quraisy berkata: “Tuan
adalah pembesar orang Madinah, Bagaimanakah pendapat tuan tentang Muhammad yang
berpura-pura menjadi orang yang sabar yang diisolasikan kaumnya. Ia beranggapan
bahwa dirinya lebih mulia daripada kita semua. Padahal kita selalu menyambut
orang yang beribadah haji: memberi makan dan minim kepada mereka, Asyraf: “kamu
lebih mulia dari Muhammad”. Mendengar kata-kata yang demikian Rasulullah SAW.
gelisah resah, merasa susah. Untuk menangkan hati Rasulullah SAW. yang gundah
gulana, maka Allah SWT. menurunkan ayat-ayat yang terkandung dalam surat
al-Kauśar. Yakni sebagai bantahan terhadap ucapan Ka‟ab bin Asyraf.[13]
Lalu pada ayat
yang kedua, turun pada peristiwa Hudaibiyyah, ketika itu Malaikat Jibril datang
kepada Rasulullah, Jibril membawa wahyu yang memerintahkan menyembelih kurban
dan melaksanakan sholat, maka Rasulullah melaksanakan sholat „ied dua raka‟at
disertai khutbah. Setelah melakukannya Rasulullah pergi ke tempat penyembelihan
kurban untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban[14].
Pada ayat yang ke
tiga ini, asbabun nuzulnya adalah tentang wafatnya salah satu anak laki-laki
nabi Muhammad SAW. Dalam tafsir al-Azhar ada beberapa riwayat yang menjelaskan
turunnya ayat ini, yaitu : “Menurut suatu riwayat dari „Atha`, paman Nabi sendiri, Abu Lahab yang sangat
memusuhi Nabi, setelah mendengar bahwa anak laki-laki Nabi telah meninggal, dia
pergi menemui kawan-kawanya sesama musyrikin dan berkata: sudah putus turunan
Muhammad malam ini!”[15] Maka
turunlah ayat ini: “Sesungguhnya orang-orang yang membenci engkau itulah
yang akan putus”. Dari ketiga sebab-sebab turunya ayat tersebut yang
berbeda-beda, hal ini menjelaskan bahwa surat al-Kauśar bukanlah surat yang
diturunkan secara bersama-sama, tetapi ayat demi ayat. Kalau kita pahami surat
al-Kauśar mempunyai satu kesatuan yang berkaitan erat antara ayat yang satu
dengan yang lainya yang menjelaskan nikmat Allah, cara mensyukurinya dan
ancaman bagi orang-orang yang menghina nabi Muhammad.
Tafsir dan
Penjelasan
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia telah memberi
Nabi-Nya nikmat dan anugerah yang tidak dapat dihitung banyaknya dan tidak
dapat dinilai tinggi mutunya, walaupun (orang musyrik) memandang hina dan tidak
menghargai pemberian itu disebabkan kekurangan akal dan jalan yang lurus, yang
membawa kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Ayat ini menerangkan bahwa
Allah telah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia terutama kepada para
Nabi dan Nabi Muhammad SAW. Semua itu ditunjukan kepada
manusia agar mereka sadar bahwa Allah-lah Tuhan segala-galanya yang memberikan apa yang
selama ini dinikmati oleh manusia.
Pada
Surat ini Allah
menyandingkan dua ritual ibadah yaitu ibadah sholat dan kurban. Padahal kita
telah mengetahui, bahwa ibadah sholat adalah ibadah yang vertikal, ibadah
seorang hamba kepada Allah di dalam bermunajah, menyembah, dan berdo‟a
kepada-Nya. Sedangkan ibadah kurban adalah ibadah yang vertikal dan horizontal
dimana terdapat dua aspek ibadah yaitu kepada Allah dan sesama manusia. Ketika
ayat tersebut menyandingkan dua aspek ibadah, pemakalah memahami disini bahwa
inilah salah satu tolak ukur keimanan manusia, jika mereka rajin di dalam
sholatnya dan Allah memberikan rizki yang cukup dalam kehidupanya, maka
lakukanlah ibadah kurban sebagai tanda syukur kepada Allah dan mematuhi
perintah-Nya.
Pokok-pokok
Isi Kandungan Surah Al-Kautsar:
1) Allah menjanjikan kepada Nabi Muhammad
untuk memberikan nikmat yang tidak ternilai harganya dan janji itu ditepati-Nya.
2) Allah memerintahkan Nabi Muhammad agar mengerjakan
shalat dan menyembelih hewan kurban sebagai tanda syukur terhadap nikmat
tersebut.
3) Orang yamg mencaci dan mencela Nabi
Muhammad tidak akan disebut-sebut kecuali kejahatanya saja[16].
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Berdasarkan makalah di atas, dapat pemakalah simpulkan beberapa
nilai-nilai yang dapat kita ambil dari pensyariatan kurban dalam surat al-Hajj
ayat 34 dan surat al-Kausar ayat 1-3:
1. Meneladani nabi Muhammad dalam melaksanakan ibadah kurban.
Melaksanakan ibadah kurban seperti apa yang telah nabi Muhammad lakukan atas
perintah Allah SWT.
2. Selalu berorientasi pada sesuatu yang terbaik. Selalu memberikan
yang terbaik dalam beribadah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kalau dalam
berkurban yaitu memberikan hewan kurban yang terbaik sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
3. Selalu ikhlas dalam beribadah menjadikan pribadi yang tunduk dan
patuh kepada Allah. Setiap ibadah yang kita lakukan harus di niatkan dengan
ikhlas karena Allah semata.
4. Mensyukuri nikmat Allah dengan berkuban. Allah memberikan nikmat
yang banyak kepada manusia, sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah salah
satu caranya yaitu dengan berkurban.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Habsyi,
Husin. Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab-Indonesia. Surabaya: Yayasan
Pesantren Islam. Cet. 5. 1991.
Al-Maballiy,
Imam Jalalud-din dan As-Suyuthi, Imam Jalalud-din. Terjemahan Tafsir
jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul. Jilid 3. Penerjemah Bahrun
Abubakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
1995.
Al-Maraghi,
Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Terj. dari Tafsir AlMaragi (Edisi Bahasa Arab) oleh Bahrun Abu Bakar,
dkk. Juz XVII. Semarang: CV. Toha Putra Semarang.
Cet. 2. 1993.
Amrullah,
Abdulmalik Abdulrahman (Hamka). Tafsir Al-Azhar: Juzu` 30. Jakarta:
Pustaka Panjimas. 2004.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’ân (`Ulum
alQur`an). Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2009.
Departemen
Agama RI. Al-Qur‟an dan
Tafsirnya, Jilid 10.
Jakarta: Departemen Agama RI.
2008
Glasse,
Cyril. The Concise Ensyclopedia of Islam; terj. Ghufron A. Mas’adi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2002.
Karim,
Ahmad Faizin. Kurban: Kekerasan Berbingkai Agama?. Gresik: MUHI Perss.
2012.
Muhammad,
Jamaluddin Abi Al-Fadhli. Lisânul ‘Arab. Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al- Ilmiyah. vol 11. 2003.
Munawwir,
Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Bahasa Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif. Cet. 25. 2002.
Shihab, M.Quraish. Tafsir
Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟ân. Vol. 8. Jakarta:
Lentera Hati. 2002
Tim IAIN Syarif Hidayatullah.
Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2001.
[2]Tim
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta:
Djambatan, 2001), Cet. II, hal. 942
[11]Imam Jalalud-din Al-Maballiy dan Imam
Jalalud-din As-Suyuthi, Terjemahan Tafsir jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul
Jilid 3, Penerjemah Bahrun Abubakar,
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), h. 1383.
[16]Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan
Tafsirnya, Jilid 10, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet. 1,
h. 794.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar