Senin, 08 Januari 2018

Makalah Tafsir Maudhui Ibadah Kurban

Makalah Tafsir Maudhui Ibadah Kurban 
Dosen Pengampu: Anshor Bahari, MA
Disusun Oleh: Muhammad Fadhlan Syaifudin
NIM: 151410507
Fakultas Ushuluddin
Institut PTIQ Jakarta



BAB I
PENDAHULUAN
            Sejarah Islam telah tercatat dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah baik dari sisi tauhid, sosial-kemasyarakatan, hukum, kisah-kisah, bentuk peribadatan, dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah bentuk sejarah ibadah kurban yang telah ada sejak zaman Nabi Adam. Ibadah kurban merupakan salah satu potret sejarah panjang sehingga sampai kepada umat Nabi Muhammad, sebagai Nabi terakhir. Ritual kurban bukanlah sekedar ritual tanpa makna atau tradisi tanpa arti. Disyari’atkannya ibadah kurban merupakan penciptaan salah satu hukum Islam yang menjadi tolak ukur ketaqwaan manusia dalam kehidupan terhadap Sang Khaliq. Kurban dalam Islam juga dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang dilakukan sesuai dengan perintah agama. Menyembelih hewan kurban mengandung nilai kesabaran dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, menggugah niat berlaku ikhlas, serta mencerminkan keteguhan iman dan ketakwaan murni. Dalam makalah ini Penulis akan membahas tentang ibadah kurban dalam Al-Qur`an dalam Surah Al-Hajj ayat 34 dan Surah Al-Kautsar ayat 1-3.


BAB II
 PEMBAHASAN
Tafsir Ayat Al-Qur`an Mengenai Ibadah Kurban
A. Tinjauan Umum Ibadah Kurban dalam Islam
            Kata kurban, secara etimologi, berasal dari bahasa Arab qurbân, dari akar kata qaruba (fi’l maḍi) -yaqrubu (fi’l muḍari’) qurbânan (maṣdar) yang berarti “dekat”. Sedangkan secara terminologi, kurban berarti mendekatkan diri kepada Allah, yaitu mendekatkan dengan jalan apa yang dikurbankan, di mana pendekatan tersebut digunakan untuk beribadah kepada Allah. Adapun simbol kurban adalah dengan menyembelih hewan sembelihan. Menurut Cyril Glasse[1], kurban merupakan segala jenis tindakan atau amalan yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah swt secara khusus, istilah ini berarti menyembelih binatang kurban pada hari ‘Id al-Aḍḥâ (hari raya penyembelihan kurban) yang bahasa Turki menyebutnya sebagai Bayram Qurban.
            Dalam Ensiklopedia Islam Indonesia[2], Kurban diartikan dengan menyembelih binatang tertentu pada hari Raya Haji dan hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah), sesuai dengan ketentuan ketentuan syari’at dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan dalam al-Qur’an dan Hadis, kata yang diberikan untuk ibadah penyembelihan hewan ini sebenarnya adalah al-uḍḥiyyah atau al-naḥr[3]. Secara bahasa, uḍḥiyyah berarti kambing yang disembelih pada waktu mulai akan siang dan waktu selain itu. Ada pula yang memaknakan secara bahasa dengan kambing yang disembelih pada waktu Idul Adha. Sedangkan al-naḥr adalah bermakna menyembelih hewan kurban pada hari Naḥr (hari raya Idul Adha). Para Imam Madzhab sepakat bahwa uḍḥiyyah (penyembelihan hewan kurban) disyari’atkan dalam Islam. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya. Menurut pendapat Imam Maliki, Syafi’i, Hambali, dan para pengikut Hanafi : Kurban hukumnya adalah sunnah mu’akkadah. Sedangkan Imam Hanafi berpendapat bahwa hukum berkurban adalah wajib atas penduduk kota-kota besar, yaitu orangorang yang sudah mempunyai harta satu nisab

            B. Surah Al-Hajj Ayat 34
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
            Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (Al-Hajj:34)


            Kosa Kata Inti
             مَنْسَكًا  Kata tersebut merupakan bentuk isim maf‟ul yang berasal  dari kata  nasaka-yansuku-nuskan-nusuukan-mansakan yang berarti beribadah[4]. Sedangkan didalam kamus al-kautsar  منْسَكًا  diartikan sebagai tempat penyembelihan kurban[5].       
            Dijelaskan juga dalam kamus Lisânul Arab sebagai berikut: Menurut Abu Ishaq, lafadz “Nusuk” pada ayat  ini(al-Hajj ayat 34) menunjukan atas makna menyembelih, gambarannya seperti kami jadikan bagi setiap umat itu agar mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih hewan karena Allah[6].
بَهِيمَةِ  yaitu binatang ternak. Kata tersebut merupakan bentuk mufrad, dari kata bahaaim yang menyatakan bahwa hewan ternak tersebut lebih dari dua. Ada juga yang mengartikan bahaaim sebagai binatang yang berkaki empat.  Dijelaskan dalam kamus Lisânul „Arab sebagai berikut: Setiap hewan ternak yang berkaki empat, yang berada di pegunungan, di tanah yang tandus, dan di air, maka bentuk jamak kata tersebut ialah bahaaim
 الْأَنْعَام  merupakan bentuk jamak dari النعم . yang  mempunyai arti hewan ternak.
أَسْلِمُوا  merupakan fiil amr dari kata أسلم yang berarti memeluk Islam atau berserah diri.
الْمُخْبِتِينَ merupakan bentuk isim fail, yang berasal dari kata أخبت   yang berarti khusyu`, tawadhu` atau merendahkan diri.
           

            Munasabah Ayat
            Didalam surat al-Hajj ayat 34 ini terdapat perintah melaksanakan ibadah kurban. Tetapi jika dilihat dari ayat-ayat sebelumnya dan selanjutnya, yaitu dari ayat 32 sampai dengan ayat 37 semua itu berhubungan, membahas tentang ibadah kurban. Pada ayat 32 dijelaskan bahwa orang yang melaksanakan ibadah kurban berarti dia telah melaksanakan syi‟ar-syi‟ar Allah, hal itu disebabkan timbul dari ketakwaan di dalam hati dan diri mereka sehingga mereka melaksanakannya[7]. Lalu pada ayat 33 kita harus memilih binatang persembahan (hewan kurban) yang baik dan gemuk lalu pergunakanlah dan ambil manfaatnya sampai waktunya ditentukan, dan dijelaskan tempat penyembelihan disekitar tanah haram Mekah[8]. Kemudian pada ayat selanjutnya yaitu 35 dijelaskan orang yang tunduk dan taat kepada Allah, ialah orang-orang yang :
1) Apabila disebut nama Allah dihadapan mereka gemetarlah hatinya
2) Mereka sabar dan tabah menghadapi segala macam cobaan Allah.
3) Mereka selalu mendirikan sholat tepat waktu.
4) Mereka menginfakkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkanAllah kepada mereka.
            Pada ayat 36-37 Allah telah menjadikan unta yang telah diciptakan untuk mereka sebagai salah satu syiarnya dimana manusia memperoleh kebaikan dan saat kamu menyembelih kurban sebutlah nama Allah serta ada yang disembelih dalam keadaan berdiri dan berbaring. Kemudian jika sudah selesai dikuliti maka ambilah sebagian untuk orang yang berkurban dan sisanya bagikan kepada fakir miskin dan yang lainnya.
            Asbabun Nuzul
            Surat al-Hajj berisi tentang bagaimana dijelaskannya ibadah haji, kurban, beserta tata caranya. Tetapi selain itu surat al-Hajj mempunnyai kandungan yang lainnya seperti bertaqwa, menerangkan tentang hari akhir, berperang dan yang lainnya. Surat ini mempunyai keunikan tersendiri yaitu sebagian ayatnya turun di Mekkah sebagian lagi di Madinnah. Jika kita membahas turuNnya ayat al-Qur`ân tentulah kita tidak bisa terlepas dari asbabun nuzul (sebab-sebab turunya ayat) tetapi pada ayat 34 ini tidak diketemukan asbabun nuzul dari ayat tersebut.
            Menurut Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy ayat-ayat alQur`ân dibagi menjadi dua yaitu “ayat-ayat yang ada sebab nuzulnya dan ayat-ayat yang tidak ada sebab nuzulnya”.[9]       Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat ayat-ayat al-Qur`ân yang diturunkan tanpa di dahului oleh sebab dan ada ayat yang diturunkan di dahului oleh suatu sebab. Sebagaimana dalam surat al-Hajj ayat 34 yang pemakalah kaji, di turunkan tanpa di dahului oleh sebab dengan kata lain surat al-Hajj ayat 34 tidak mempunyai asbabun nuzûl.
            Tafsir dan Penjelasan
            Surat al-Hajj ayat 34 ini membahas tentang pensyariatan kurban. Setelah ayat yang sebelumnya menjelaskan tentang syari‟at Allah menyangkut penyembelihan binatang dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, ayat ini menegaskan bahwa hal tersebut bukan hanya khusus bagi umat Islam. Ayat ini menyatakan bahwa tuntunan di atas merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah dan memang bagi tiap-tiap umat sebelum kamu telah kami syariatkan mansak, yakni syariat kurban dan tempat penyembelihannya. Tujuan syariat tersebut adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah[10].
            M. Quraish Shihab menjelaskan dalam buku Tafsir Al-Misbah bahwa “Kata mansakan terambil dari kata nasaka yakni menyembelih”. Jika dibaca mansakan adalah mashdar dan apabila dibaca minsakan adalah isim makan atau nama tempat, maksudnya  tempat penyembelihan[11]. Dalam buku Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa “Pola kata yang digunakan dalam ayat ini menunjuk pada tempat sehingga ia bernama tempat penyembelihan. Sementara ulama memperluas maknanya sehingga memahaminya dalam arti ibadah dan ketaatan secara umum”. Pensyariatan ibadah kurban disini ialah dimana seseorang menyembelih hewan kurban pada waktu-waktu tertentu semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Potongan ayat tersebut menjelaskan bahwa telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu untuk melaksanakan ibadah kurban yang dipersembahkan hanya kepada Allah SWT. Seperti kisah nabi Ibrahim dengan putranya nabi Ismail yang melaksanakan perintah Allah untuk berkurban. Bahkan nabi Ibrahim rela mengorbankan anaknya sendiri sebagai ujian dalam ketakwaannya. Ketika nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut kemudian Allah mengganti nabi Ismail dengan kibas yang besar pada saat menyembelihnya. Kisah itulah yang menjadi salah satu latar belakang perintah berkurban.
            Melaksanakan ibadah kurban, merupakan salah satu tanda rasa syukur manusia kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepadanya. Dalam ayat ini Allah menyuruh kepada manusia agar bersyukur dengan cara berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan ternak dan menyebut Asma Allah pada saat penyembelihannya sebagai tanda bahwa hewan tersebut dipersembahkan hanya kepada-Nya. Jika kita memahami maksud dan tujuan mengapa harus menyebut nama Allah pada saat menyembelih hewan kurban, karena ditakutkan hewan kurban tersebut bukan ditunjukan untuk Allah SWT, tetapi untuk yang lainya. Maka tentulah hal te rsebut sangat penting didalam melaksanakan ibadah kurban.
               Ayat diatas menjelaskan bahwa penyembelihan kurban telah dikenal oleh umat-umat yang lalu. Ini dapat dibuktikan melalui Al-Qur`ân dan sejarah. Hanya saja, sebagian dari umat-umat itu menyelewengkan ajaran kurban sehinggga bertentangan dengan tuntunan Allah swt., baik pada cara, tujuan, maupun jenis binatang yang disembelih sebagai kurban.
            Pokok-pokok Isi Kandungan Surat Al-Hajj Ayat 34:
1) Allah telah mensyariatkan kurban kepada umat Nabi Muhammad sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi-nabi terdahulu beserta umatnya.
 2) Ayat ini menegaskan bahwa tiada Tuhan selain Allah yang berhak disembah dan menerima persembahan kurban tersebut, maka ketika menyembelih kurban, diwajibkan menyebut nama Allah dalam pelaksanaannya.
3) Orang yang melaksanakan Ibadah kurban, merupakan salah satu tanda bahwa ia bertaqwa dan bersyukur kepada Allah SWT.

            C. Surah Al-Kautsar Ayat 1-3
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
            Artinya: 1)  Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
 2) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
3) Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.
            Kosa Kata Inti
   أَعطَيْنَكَ: memberikan kepadamu. Kalimat ini terdiri dari kata kerja yaitu  اعطَى yang  disandingkan dengan fail berdhomir  نحن yang kemudian dilengkapi dengan maf`ul bih berdhomir  أنت .
  انْحَرْ: menyembelih. merupakan fiil amr atau kata perintah yang berasal dari kata نَحَرَ.  
            Munasabah Ayat
            Pada surat sebelumnya yaitu surat al-Mâ`ûn, Allah telah memberikan penjelasan tentang ciri-ciri orang yang tidak percaya kepada kebenaran Dinul-Islam. Ciri-ciri tersebut adalah:
1) bersifat bakhil, 2) berpaling dari shalat yang sebenarnya 3) berlaku riya 4) tidak pernah memberi pertolongan. Kemudian dalam surat al-Kautśar ini, Allah menjelaskan tentang berbagai anugerah yang dikaruniakan kepada Rasulullah SAW., yakni berbagai kebaikan dan barakah. Karenanya, Allah menjelaskan telah memberikan al-Kautśar yang banyak mengandung nilai kebaikan[12].      Sementara itu hubungan dengan surat yang  selanjutnya, dalam surat al-Kauśar Allah memerintahkan agar memperhambakan diri kepada-Nya, sedangkan dalam surat al-Kâfirûn perintah tersebut dipertegas lagi.
           

            Asbabun Nuzul
            Ketika Ka`ab bin Asyraf, seorang pembesar kaum yahudi, datang ke kota Mekkah, kaum kafir Quraisy menyambutnya dengan penuh hormat. Orang-orang kafir Quraisy berkata: “Tuan adalah pembesar orang Madinah, Bagaimanakah pendapat tuan tentang Muhammad yang berpura-pura menjadi orang yang sabar yang diisolasikan kaumnya. Ia beranggapan bahwa dirinya lebih mulia daripada kita semua. Padahal kita selalu menyambut orang yang beribadah haji: memberi makan dan minim kepada mereka, Asyraf: “kamu lebih mulia dari Muhammad”. Mendengar kata-kata yang demikian Rasulullah SAW. gelisah resah, merasa susah. Untuk menangkan hati Rasulullah SAW. yang gundah gulana, maka Allah SWT. menurunkan ayat-ayat yang terkandung dalam surat al-Kauśar. Yakni sebagai bantahan terhadap ucapan Ka‟ab bin Asyraf.[13]
            Lalu pada ayat yang kedua, turun pada peristiwa Hudaibiyyah, ketika itu Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah, Jibril membawa wahyu yang memerintahkan menyembelih kurban dan melaksanakan sholat, maka Rasulullah melaksanakan sholat „ied dua raka‟at disertai khutbah. Setelah melakukannya Rasulullah pergi ke tempat penyembelihan kurban untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban[14].
            Pada ayat yang ke tiga ini, asbabun nuzulnya adalah tentang wafatnya salah satu anak laki-laki nabi Muhammad SAW. Dalam tafsir al-Azhar ada beberapa riwayat yang menjelaskan turunnya ayat ini, yaitu : “Menurut suatu riwayat dari „Atha`,  paman Nabi sendiri, Abu Lahab yang sangat memusuhi Nabi, setelah mendengar bahwa anak laki-laki Nabi telah meninggal, dia pergi menemui kawan-kawanya sesama musyrikin dan berkata: sudah putus turunan Muhammad malam ini!”[15] Maka turunlah ayat ini: “Sesungguhnya orang-orang yang membenci engkau itulah yang akan putus”. Dari ketiga sebab-sebab turunya ayat tersebut yang berbeda-beda, hal ini menjelaskan bahwa surat al-Kauśar bukanlah surat yang diturunkan secara bersama-sama, tetapi ayat demi ayat. Kalau kita pahami surat al-Kauśar mempunyai satu kesatuan yang berkaitan erat antara ayat yang satu dengan yang lainya yang menjelaskan nikmat Allah, cara mensyukurinya dan ancaman bagi orang-orang yang menghina nabi Muhammad.

            Tafsir dan Penjelasan
             Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia telah memberi Nabi-Nya nikmat dan anugerah yang tidak dapat dihitung banyaknya dan tidak dapat dinilai tinggi mutunya, walaupun (orang musyrik) memandang hina dan tidak menghargai pemberian itu disebabkan kekurangan akal dan jalan yang lurus, yang membawa kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia terutama kepada para Nabi dan Nabi Muhammad SAW. Semua itu ditunjukan kepada manusia agar mereka sadar bahwa Allah-lah Tuhan segala-galanya yang memberikan apa yang selama ini dinikmati oleh manusia.
            Pada Surat ini Allah menyandingkan dua ritual ibadah yaitu ibadah sholat dan kurban. Padahal kita telah mengetahui, bahwa ibadah sholat adalah ibadah yang vertikal, ibadah seorang hamba kepada Allah di dalam bermunajah, menyembah, dan berdo‟a kepada-Nya. Sedangkan ibadah kurban adalah ibadah yang vertikal dan horizontal dimana terdapat dua aspek ibadah yaitu kepada Allah dan sesama manusia. Ketika ayat tersebut menyandingkan dua aspek ibadah, pemakalah memahami disini bahwa inilah salah satu tolak ukur keimanan manusia, jika mereka rajin di dalam sholatnya dan Allah memberikan rizki yang cukup dalam kehidupanya, maka lakukanlah ibadah kurban sebagai tanda syukur kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya.
           
            Pokok-pokok Isi Kandungan Surah Al-Kautsar:
1) Allah menjanjikan kepada Nabi Muhammad untuk memberikan nikmat yang tidak ternilai harganya dan janji itu ditepati-Nya.
2) Allah memerintahkan Nabi Muhammad agar mengerjakan shalat dan menyembelih hewan kurban sebagai tanda syukur terhadap nikmat tersebut.
3) Orang yamg mencaci dan mencela Nabi Muhammad tidak akan disebut-sebut kecuali kejahatanya saja[16].



BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
            Berdasarkan makalah di atas, dapat pemakalah simpulkan beberapa nilai-nilai yang dapat kita ambil dari pensyariatan kurban dalam surat al-Hajj ayat 34 dan surat al-Kausar ayat 1-3:
1. Meneladani nabi Muhammad dalam melaksanakan ibadah kurban. Melaksanakan ibadah kurban seperti apa yang telah nabi Muhammad lakukan atas perintah Allah SWT.
2. Selalu berorientasi pada sesuatu yang terbaik. Selalu memberikan yang terbaik dalam beribadah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kalau dalam berkurban yaitu memberikan hewan kurban yang terbaik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
3. Selalu ikhlas dalam beribadah menjadikan pribadi yang tunduk dan patuh kepada Allah. Setiap ibadah yang kita lakukan harus di niatkan dengan ikhlas karena Allah semata.
4. Mensyukuri nikmat Allah dengan berkuban. Allah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia, sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah salah satu caranya yaitu dengan berkurban.




DAFTAR PUSTAKA
Al-Habsyi, Husin. Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab-Indonesia. Surabaya: Yayasan Pesantren      Islam. Cet. 5. 1991.
Al-Maballiy, Imam Jalalud-din dan As-Suyuthi, Imam Jalalud-din. Terjemahan Tafsir jalalain     Berikut Asbaabun Nuzuul. Jilid 3. Penerjemah Bahrun Abubakar. Bandung: Sinar Baru      Algensindo. 1995.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Terj. dari Tafsir AlMaragi (Edisi        Bahasa Arab) oleh Bahrun Abu Bakar, dkk. Juz XVII. Semarang: CV. Toha Putra Semarang. Cet. 2. 1993.
Amrullah, Abdulmalik Abdulrahman (Hamka). Tafsir Al-Azhar: Juzu` 30. Jakarta: Pustaka          Panjimas. 2004.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’ân (`Ulum alQur`an).  Semarang:             Pustaka Rizki Putra. 2009.
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid 10. Jakarta: Departemen Agama RI. 2008
Glasse, Cyril. The Concise Ensyclopedia of Islam; terj. Ghufron A. Mas’adi. Jakarta: PT. Raja     Grafindo Persada. 2002.
Karim, Ahmad Faizin. Kurban: Kekerasan Berbingkai Agama?. Gresik: MUHI Perss. 2012.
Muhammad, Jamaluddin Abi Al-Fadhli. Lisânul ‘Arab. Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-            Ilmiyah. vol 11. 2003. 
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Bahasa Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif. Cet. 25. 2002.
Shihab, M.Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟ân. Vol. 8. Jakarta:             Lentera Hati. 2002
Tim IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2001.



                [1]Cyril Glasse, The Concise Ensyclopedia of Islam; terj. Ghufron A. Mas’adi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002,), Cet. III, hal. 336.
                     [2]Tim IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2001), Cet. II, hal. 942
                     [3]Ahmad Faizin Karim, Kurban: Kekerasan Berbingkai Agama? (Gresik: MUHI Perss, 2012), hal. 39.
                [11]Imam Jalalud-din Al-Maballiy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi, Terjemahan Tafsir jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul Jilid 3, Penerjemah Bahrun Abubakar,  (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), h. 1383.

[16]Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jilid 10, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet. 1, h. 794.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Studi Naskah Tafsir_As-Sya`rawi_ An Nisa` 1-3_Poligami

Tafsir As-Sya`rawi An-Nisa 1-3 (Poligami) Disusun Oleh : Muhammad Fadhlan Syaifudin , Muhammad Muthiurridlo , Ikrom Najibuddin Fakultas...